Kehidupan
Penjara
Sixma
Hari
berganti
hari, Bulan berganti bulan begitu terus berjalan kehidupanku di tempat gelap
dan dingin ini. Dikelilingi dinding dan satu pintu keluar dan kamar mandi tanpa
penutup toilet. Hari yang aku jalani bersama 6 orang dalam satu sel dengan luas
4x4 seprti ikan yang berbaris di pasar. Semua sakit yang sudah tak berasa lagi bagi
tubuh yang tak bernyawa ini.
Perkelahian
selalu terjadi disini merebutkan tahta sebagai penguasa lapas di kalangan
tawanan. Perkelahian yang tak jarang berimbas padaku. Genggaman tangan yang
terbang tanpa sebab yang pasti sering menghampiri wajah dan tubuhku, kaki yang
melayang keras ke wajahku, semua sakit itu sudah tak berasa lagi bagi tubuh
tanpa nyawa ini.
Aku
berjalan menyusuri tangga gedung. Berjalan ingin mencari cara untuk mengakhiri
hidup ini. Aku melihat perkelahian di tempat laundry Sel. Mereka menusuk salah
seorang tahanan yang tak ku kenal dengan gagangan sendok yang di tajamkan. Aku
hanya terus berjalan naik ke atap gedung. Mereka mendatangiku, memanggilku
namun aku terus berjalan. Mereka mengejarku sampai ke atas gedung dan aku terus
berjalan meluncur dengan sengaja agar aku dapat mengakhiri hidup ini, mereka
hanya terbelongok melihatku melayang dengan bebas dari atas gedung.
Petugas
langsung naik ke atas gedung dan melakukan introgasi pada mereka, mereka
menuduhku membunuh orang yang telah mereka bunuh, mereka mengatakan bahwa mereka
ingin menahanku dan aku berlari meoncat dari gedung. Kejadian itu membuat aku digelar
sebagai si idiot bedarah dingin.
Pandanganku
semakin kabur dan gelap secara perlahan setelah merasakan sakit pada sekujur
tubuhku,kaki ku sudah tidak terasa lagi yang patah mengarah tepat berlipat ke
perutku, tanganku sudah berbalik arah, seluruh wajahku dipenuhi darah. Itulah
gambaran setelah aku meloncat dari gedung itu.
Ternyata
dengan kejadian itu orang-orang dengan kalangan lemah menggap aku orang yang
aneh yang harus dihindari. Sebagian orang-orang yang kuat di sel ini ingin
mngujiku terus memukuliku setiap mereka punya kesempatan. Penyiksaan ini terus
berlanjut terhadapku sampai bertahun-tahun. Pembunuhan sering terjadi di neraka
ini. Dengan berbagai cara yang mereka bisa lakukan.
Berulangkali
aku meloncat dari atas gedung lantai 2 namun aku tidak mati hanya mengakibatkan
patah tulang dan beberapa luka pada tubuhku. Semua tidak berasa lagi. Sakit
fisik yang aku alami hanyalah segelintir dari sakit yang telah ku alami
menjalani hidup ini.
Tahun
berganti tahun namun aku tidak mati-mati ditempat ini, aku sudah tidak sanggup
hidup lagi. Ketika hujan dan gemuruh berteriak tepat di atas kepalaku membuat
seluruh tubuhku mengigil dan tak bisa apa-apa tetap terjadi padaku, namu tidak
ada yang mempedulikanku, bahkan kadang teman satu sel merasa terganggu dan
memukuliku agar diam.
Enam
tahun berlalu entah berapa sodomi yang terjadi padaku, entah berapa kali aku
masuk ke dalam sel khusus sudah tak terhiung lagi, malam inipun aku berada di
sel khusus yang nyaman ini tanpa pencahayaan hanya sedikit lobang yang
digunakan pengawas sel untuk melihat keberadaanku.
Malam
mini aku terus berfikir kedalam kehidupanku yang kelam aku berharap tidak akan
bangun lagi di esok hari, setiap hari, setiap waktu hanya kematian yang aku
fikirkan. Teringat dikepalaku untuk menjadi orang lain yang bisa menghajar
mereka, namun aku sadar aku tidak akan bisa seperti itu.
Alpa
“Gelap… gelap… gelap… aku berada di mana” gumam ku
di dalam hati.berapa lama aku tertidur. Seluruh tubuhku terasa berat dan sakit.
Apa yang telah terjadi di sini. Berdiripun terasa sakit.
Kupandangin
kiri dan kanan untuk memastikan keberadaanku. Semua gelap dan bau. Aku
meraba-raba sekitarku dan terasa sangat dinin dan lembek. Ada sesuatu yang aku
sentuh kemudian ku cium, oghh… sial aku memagang taik. Aku bergeser kea rah
yang lain ternyata hanya ada dinding dan kotoran di tempat ini. Aku lihat ke
belakang ada pintu. Akupun beranjak ke pintu untuk keluar melihat apa yang
terjadi. Tetapi pintu ini terkunci.
Aku
berteriak dari pintu untuk minta pertolongan. “Tolong-tolong, tolong buka
pintunya” tidak ada yang mendengarkanku, mungkin sixma diculik dan minta
pertolongan denganku, anak itu selalu lari dari masalah. Hanya itu yang
terbesit dibenakku saat ini.
“Semua lantai sangat kotor aku tidak bisa
tidur, perutku lapar, aghh… sudah berapa hari sixma tidak makan, dasar bodoh,
apa mungkin penculik ini tidak memberi makan.” Aku bergumam dalam hati
memikirkan yang terjadi sebelum aku terbangun. Malam berlanjut dan aku terus
berfikir apa yang terjadi pada kami.
Aku
mendengarkan suara langkah menuju kearah aku berada “Wow ini dia aku habisi
kau” aku bersemangat ingin member pelajaran pada penculik sixma. “Oke Semakin
dekat semakin dekat” aku bersembunyi di bawah pintu sel tepat di bawah lobang
kecil tempat pemantauan. Saat dia mendekat dan melihat kearah lobang ku culok
matanya dengan jariku.
Seranganku
meleset reflek dari orang itu sangat cepat ku lihat orang itu berseragam
khusus, pasti orang ini penculik professional untuk mengambil organ orang
culikannya terbesit di benakku.
“Hey
kenapa aku disini?” aku bertanya padaorang itu.
“Kau mau
mati Haaa…” jawabnya
“coba
kalau kau bisa” aku memancing emosi pria itu.
Pria
itu membuka pintu dengan amarah yang menggebu-gebu. Setelah terbuka aku
langsung menyerang lebih dulu dengan menendangnya. Namun tubuh yang buruk ini
tidak kuat menedang dengan keras. Aku dipukul dengan tongkat. Aku tidak mau
kalah dengan memanfaatkan kekuatannya sendiri hingga aku dorong kepalanya
kepintu. Aku alri keluar namun kupandangin sekitarku banyak kurungan-kurungan,
baru kusadari bahwa aku ada di penjara dan lencana yang dipakainya adalah
lencana polisi.
“Apa
yang telah aku lakukan” dengan tubuh yang lemah ini aku berlari menuju ke
pintu-pintu tidak ada jalan keluar dari sini. Di ruangan ini terbagi banyak
ruangan kecil seperti yang aku tempati. Tetapi hanya sedikit penghuninya. 14
sekat ruangan kecil yang dihuni 7 orang. Aku berfikir jika mereka membantuku
keluar dan mengalahkan polisi itu besar kemungkinan untuk kabur.
Polisi
itu semakin dekat meluapkan amarahnya, tubuhku bergerak sendiri menghindari
pukulan-pukulannya, sambil melihat peluang untuk mengambil kunci pintu yang
masih tertancap di pintu selku. Aku hanya bisa member beberapa pukulan padanya
sedangkan dia sudah memukulku puluhan kali tetapi rasa sakit pada tubuhku tidak
begitu terasa dengan pukulan tenaga sebesar seorang opsir.
Perkelahian
antara aku dengannya berlangsung cukup lama dia terlihat capek dan gerakannya
melambat. Peluang ini tidak ku sia-siakan untuk mengambil kunci dan membuka
sel-sel sebelahku.
“Woy…
woy… keluar-keluar” aku membangunkan mereka sambil membuka pintu. 7 ruangan itu
hanya 4 orang yang keluar. Mereka langsung berinisiatif untuk menghajar polisi
tadi. Mereka sangat bringas menghajarnya.
“Bagus…
Baguss… Hajar lagi, Ayolah kau bisa lebih baik dari itu, Hey Botak yang keres
mukulnya, woy tolol itu HT nya nyala” aku mencoba untuk member mereka semangat,
tetapi mereka sepertinya tersinggung dan melihat kearahku.
“Apa
? hajar lagi terus kita pergi dari sini” aku mencoba merayu mereka. Mereka semeakin
mendekat.
“Kau
pikir kau siapa mengatur aku?” salah seorang dari mereka menyentakku.
“echh…
Santai santai”
“Aku
dengar kau si Idiot berdarah dingin ya, boleh juga” dia menggertakku memberiku
julukan cukup aneh.
“Idiot
berdarah dingin Cuihh…” terbesit di hati kecilku
“Bukan
Aku Pembunuh berdarah dingin” aku menggertak mereka balik.
Mereka
mulai merasa kesal dengaku.
“Lihat-lihat
dia menggunakan HTnya memanggil bantuan” ku lihat polisi itu memanggil bantuan.
Aku lari setelah mengalihkan pembicaraan yang menyeramkan itu mencari jalan
keluar. Aku menuju pintu keluar dari ruangan itu namun beberapa polisi
bersenjata lengkap mngarahkan senjata api menyambutku membuka pintu.
“Angkat
tanganmu dan berlutut” mereka menyeretku kembali kedalam sel, ku lihat mereka
yang aku bebaskan tadi kembali kedalam sel dan pura-pura tidak tahu
kejadiannya. Seluruh polisi itu menghajarku di dalam ruangan.
“Hey
200395 kalau kau bertingkah lagi abis kau” mereka menghajarku sampai beberapa
tulangku sepertinya patah, telingaku berdarah, tubuhku memar, kaki ku patah.
Walau tubuhku tahan terhadap serangan fisik namun tidak tahan dalam menahan
serangan itu. Perlahan kesadaranku hilang.
Waktu
berjalan namun aku masih belum bisa menggerakkan tubuhku, beberapa saat
kemudian lobang kecil dibagian bawah pintu terbuka.
“Hey ini
makananmu, apa yang terjadi tadi malam? Tidak biasanya kau bersikap seprti itu
Dua ribu tiga sembilan lima” dia berbicara seolah-olah sudah memperhatikanku.
“Pak
Tolong aku, ini hanya kesalah pahaman” aku merangkak menggeser tubuh dengan
satu kaki menuju makanan itu. Lapar sangat lapar, mulutkupun sudah kering.
Melihat hal itu polisi tadi membantuku duduk dan memberikan makanan itu
ketanganku. Aku berfikir kalau dia adalah orang yang baik.
“Kau
ingat aku? Hahh…. aku dpindah tugas ke sini karena memberontak melihat beberapa
kasus yang tidak sesuai dengan prinsipku” aku tidak mendengarkan kata-katanya
dan melahap makanan yang cukup lezat ini. Sebuah roti yang sudah hampir
bercendawan dan kentang rebus yang cukup keras dan segelas air.
“Ehmm…”
aku melahap makanan terburu-buru hingga keselek.
“Minum-minum
pelan-pelan saja sixma. Sudah berapa lama ya kita terakhir bertemu, ehmm… 5
tahun owh enggak 6 tahun”
“Haahh
abis, bro boleh aku minta makan lagi, lapar, lihat tubuhku semakin kurus ini”
“Iya Kau
sangat kurus seprti tengkorak, nnti aja aku kembali jam 10 ya”
“ini jam
berapa?”
“ Ini jam
8 pagi” jawab polisi itu.
“tubuhmu
terluka parah nnti aku rekomendasikan untuk dirawat sekalian ya”
“Terimakasih
pak” aku berteriak dalam keadaan duduk di dinding sel ini.
“Heyy…
Panggil namaku saja”
“memang
nama bapak siapa?”
“Rudi
ingat Rudi sampai jumpa”
Tubuhku
jadi lebih baik setelah makan, urusan perut memang sangat sensitive untukku
“berapa lama lagi aku disini” aku mulai bergumamm di dalam hati.
Menunggu
kedatangan polisi yang bernama rudi itu perutku kembali lapar sangat lapar.
“Hey
sixma, maaf aku telat datangnya, tadi ada beberapa urusan yang harus aku urus”
polisi itu datang kembali sambil membawa beberapa makanan.
“lelaki
itu harus bisa dipegang omongannya pak”
“hehehe…
tadi ada kejadian lagi bos penjara ini bertingkah lagi terjadi perkelahian
antar kelompok” dia hanya tertawa setelah aku sindir seperti itu sambil memberi
makanan.
“maksudnya
bagaimana?”
“Kamu
taulah di sel ini ada hokum rimba yang terjadi, siapa yang kuat yang akan
mengendalikan para tahanan, antar kelompok itu saling berkelahi”
“aku juga
mau jadi bos penjara ini” dengan lantang dan yakin aku mengucapkan hal itu
seperti hal mudah semudah mebalikkan telapak tangan.
“Ehe…
banyak omong kamu sekarang sixma, setelah ini kamu ikut aku ke ruang perawatan,
anggap ini sebagai menebus kesalahanku waktu dulu”
“Tidak,
ini tidak seberapa dibandingkan yang aku rasakan saat ini” aku menggertak
polisi itu, aku tahu seorang polisi tidak akan berprilaku seprti ini kalau dia
tidak melakukan hal yang sangat fatal bagi hidupnya. Memanfaatkan seorang
polisi di dalam sel akan sangat bagus untukku.
“Beri aku
makanan setiap hari, minimal aku tidak kelaparan disini baru aku maafkan
kesalahanmu” aku dengan percaya diri seolah-olah tahu apa yang telah terjadi
pada Sixma.
“Kamu
mulai memarasku ya, Oke deal” dengan senyum dia mengatakan itu, iya aku tau hal
semudah itu pasti dia sanggup melakukannya, bukan hal yang sulit bagi seorang
penjaga penjara.
“Pagi,
Siang, Sore, dan Malam harus ada makanan untukku” aku semakin menjadi-jadi
memerintahnya.
“Tidak
bisa, bagaimana kalau saat aku jaga saja, soalnya aku juga kerja SIP di sini
jadi setiap aku jaga bawa makanan yang cukup kamu makan dan tahan sampai malam,
bagaimana?”
“Oke
Deal”
Ditempat
yang lusuh ini aku harus kuat dengan tubuh yang kuat, karena itu aku harus
mendapatkan asupan makanan yang cukup, aku akan melatih fisikku untuk siap
ditempat yang menyeramkan ini, aku tidak ingin merasa terancam lagi.
“Kalau Aku tidak Berubah, Semua
tidak akan berubah”
Aku harus bisa menaklukkan diriku
sendiri setelah itu aku taklukkan para Napi di penjara ini.