Wanita Itu
(Lanjutan)
“Huhh… Hampir saja ya dok, terimakasi dok atas kerja kerasnya” kata suster sambil menghembuskan nafas menghilangkan perasaan yang menegangkan menyangkut hidup dan mati.
“Iya sama-sama Sus, tolong dirawat lagi sus, perhatiin 10 menit kedepan apakah keadaannya lebih baik” jawab dokter itu dengan wajah trgang.” Terimakasih ya mbak, nnti kalau ada apa-apa kabarin lagi ya, untung aja ada Mbak” dokter itu berbicara pada wanita itu, wanita yang menangis tersedu-sedu.
“Ehmm… dia sudah tidak apa-apa dok?,tadi dia kejang-kejang dok terus monitornya berbunyi cepat”
“Iya dia sudah lebih baik sekarang, kamu keluarganya? Atau pacarnya” ucap dokter itu bertanya
“ahhaha… tidak dok… pasien di sebelah dia ini ayahku, aku baru saja pulang dari Singapura dok jam 12 tadi”
“Owh… pantas saja baru lihat, kelihatannya kalian seumuran. Sus aku keliling lagi ya, jangan lupa tulis rekam medisnya” dokter itupun pergi bersama suster dan meninggalkan ruangan
“iya dok, Kasian ya dok pasien itu” kilah suster sambil bermuka lesu.
“Hemm…itu lah hidup sus, Saya tidak berharap dia hidup tadi, saya bukan dokter yang baik bersikap seprti tadi, maaf ya Sus, kehidupan yang Sulit telah menantinya Sus” sahut dokter dengan harap-harap cemas.
(Lanjut ke Part Rahasia Menghancurkanku)
Wanita itu telah menyelamatkan ku, kalau saja saat itu dia tetidur, mungkin aku tidak tau apalagi yang akan terjadi padaku selanjutnya, tidak tahu berapa lama aku sudah berbaring disini hingga aku belum bisa menggerakkan tubuhku, hanya bisa mendengar orang-orang berbicara di sampingku, kepalaku masih merekam suara yang terakhir ku dengar tadi malam, aku mencari-cari suaranya tapi belum mendengarkan suaranya.
“Ayah sarapan dulu ya” itu dia aku mendengarnya, itu wanita yang tadi malam menangis, dan memanggilkan dokter, aku ingin melihat wanita itu, aku harus membuka mataku dan berterimakasih padanya.
“nak bangun, nenek ada di sini” seseorang menyentuh dan berbicara padaku, ini pasti nenek aku semakin ingin membuka mata ku lagi aku sudah merindukan nenek.
“Nek, anak nenek sakit apa?” wanita itu menyapa nenek berhubung bad aku bersebelahan dengan ayahnya yang lagi sakit keras.
“dia cucuku, dia tertabrak mobil satu minggu lalu, Dia belum sadarkan diri sampai sekarang”
“Yang sabar ya nek bentar lagi dia pasti sadar”
“Amin… Iya mudah-mudahan ya nak, dia masi muda, kenapa ini terjadi padanya…”Nenekpun menangis tersedu-sedu, wanita itu menenangkan nenek. Saat itu aku berhasil membuka mataku dan melihat nenek, sambil mengeluarkan air mata bahagia bisa melihat Neneku, lalu aku panggil ne… ne… nek…
“Cucuku, dokter… dokter… cucu ku bangun dok… ya Tuhan cucuku sadar terimakasih tuhan, cucuku yang malang” nenek berteriak menangis bahagia,tp beberapa saat kemudian menjadi murungkembali.
“Sus laki-laki td malam sudah sadar sus” wanita itu langsung berlari ke pos perawat
Nenek memeluk dan menciumku,nenek tidak sadar lagi kalau umurku sudah 18 tahun, memang nenek selalu menanggap aku anak kecil, entah apa yang difikirkannya sampai dia begitu bahagia bercampur sedih, sejak aku lulus SMP nenek tidak pernah menciumku lagi karena aku menolak karena malu “aku sudah besar nek” sahutku kalau dia ingin menciumku, kini dia kecup keningku dan mengatakan “cucuku yang malang” padahal nenek yang malang punya cucu yang buat onar dan buat susah kayak aku.
Aku menatap wajah nenek yang renta, matanya merah di basahin air mata, kantung mata yang hitam, berapa lama nenek tidak tidur dan menangis saat aku sakit!, Aku semakin khawatir melihat tubuhnya yang semakin mengurus, air matakupun ikut bercucuran membasahi pipi, dan bantal tidurku.
Aku melihat wanita itu setelah memanggil suster, wajahnya seprti tidak asing tapi aku tidak tau siapa dia, dia sangat cantik dan menawan. Wajahnya bersih, kulitnya saomateng, hidungnya mancung, matanya terlihat besar, sangat cantik, jantungpun berdetak melihat sinar-sinar bermunculan di dekatnya, diwajahnya, dimatanya. wahh… baru sadar dan biasa membuka mata langsung melihat bidadari secantik dia, aku merasa hidupku akan lebih baik kedepannya, sangat nyaman memandangnya.
“Bentar ya, bentar lagi dokter dating, saya lihat dulu ya suhu badan dan tekanan darahmu” suster meminta izin melakukan tindakan medis.
Dokter memeriksa keadaanku, tapi dokter itu terlihat cemas, seharusnya dia senyum melihat keadaanku memabaik, dokter itu menyenter kearah mataku, dan menanyakan jumlah jari yang dikeluarkannya. Aku mulai berfikir seperti ada yang dirahasiakan dariku.
Wanita itu memandangik, menatapku, membuat aku kagok, gugup, dan jantung aku berdebar-debar tidak karuan, aku mulai merasa gerah dan panas di seluruh wajahku. Lalu aku senyumin dia yang sedang menatapku.
“aku masih hidup kok mbak aku bukan hantu” sahutku grogi karena pandangannya yang sangat tajam nan mempesona.
“hahahaha… iya kamu sudah sadar sudah bisa guyon, apa kita pernah bertemu ya mas ya? Aku Syafha” jawabnya dengan suara merdunya dan bertanya seperti memikirkan aku.
Apakah ini hanya modus dia saja agar aku berbicara dengannya, hatiku rasa berbunga-bunga, sakit fisik yang aku alami terasa mereda, karena batin ku berbunga berbicara dengannya.
“Saya tidak tau mbak siapa!” aku menjawab pertanyaannya
“iya aku Syafha!”
“Sumpah mbak saya tidak tau mbak siapa!” kami seperti berdebat padahal baru bertemu.
“Aduh… maksudnya nama aku Syafha, (menyebytkan huruf) S Y A F H A, Syafha !” dia menjelaskan namanya.
“Hahahaa… iya maaf kirain mbak hilang ingatan bertanya nama sendiri ke orang lain. Syafha nama yang cantik seperti orangnya” spontan jawab ku sambil tertawa, percakapan kami membuatku tergelitik.
“wahh… bahaya ni orang, masi sakit, baru aja sada udah ngegombal” jawabnya dengan penuh keakraban, kami mulai berbicara seperti orang yang sudah mengenal.
“yaa maaf kamu . . . kamu . . . kamu . . .” aku kagok lagi, aku dek-dekan lagi lihat dia tersenyum.
“Apa hayoo… Kamu Alpa kan! Kok namamu disini Sixma” sahutnya kata-kataku sperti menantang.
“Hah…”
Sontak aku kaget saat Syafha memanggilku Alpa, alpa karakter lain di dalam diriku saat aku masih kecil tubuhku hampir di ambil alih alpa. kenapa dia bisa mengenal alpa. Aku yang memberi nama karakter kedua ku itu. Menurut buku yang pernah aku baca aku mengalami suatu penyakit kejiwaan Dissociative Identity Disorder (DID) yang membuat aku memeliki kepribadian ganda dan selalu ingin menjadi orang lain. Kejadian itu terjadi saat aku mendekati umur 8 tahun setelah kejadian serangan nyamuk waktu itu, kejadian itu membuat aku menjadi trauma, trauma berat, nenek aku dikucilkan, nenek aku menangis setiap malam, aku ingin mati saja saat itu.
(Lanjut Ke part Aku Alpa)
“Iya kamu pasti alpa ya kan” kilahnya mengandung curiga.
“Bukan-bukan aku sixma, Alpa sudah, Ehmm… Maksud aku, aku bukan Alpa”
“maaf aku salah orang. klo di liat-liat sih memang beda, alpa lebih keren sih…” gumam Syafha sambil memandangin aku dari ujung rambut sampai ujung kaki memastikan kecurigaannya.
“Memang Alpa sekeren apa? Kok kamu bilang gitu, aku lebih keren kali, coba aja aku tidak berbaring di sini dan memakai baju yang lain, kamu pasti tertarik denganku” dengan percaya diri aku tidak mau kalah dari alpa, walau alpa adalah aku.
“hahahaa… iya makanya kamu cepat sembuh, biar keren kyk kamu bilang, tp jangan terlalu percaya diri gitu kalai aku suka samamu” jawab syafha sambil guyon, perbincangan antara aku dan syafha berlanjut saat nenek di panggil oleh dokter.
“Nenek mana aku lapar nih”
“Nenek sama dokter tuh”
“aku lapar ni brpa hari aku gk makan ya, perut aku rasanya kosong” saat itu aku hanya pura-pura agar di suapin oleh syafha, lidah akupun terasa pahit tuk makan,tapi kan tidak tau juga kalo cewek secantik dia yang nyapin, aku bebicara dalam hati.
“Bilang aja kamu mau aku suapin, iyakan… ayo ngaku,hallah… tadi aku beli 2 bubur untuk ayah tapi ayah makan sedikit kamu mau” Syafha menggodaku, memang benar sih, hehehe…
“maksudnya..?” aduh… aku di kasi sisa ayahnya, cantik-cantik tegaan juga ni orang aku bergumam.
“itu 2 bubur satu untuk ayah aku, kalau kamu mau satu lagi untuk kamu”
“kamu gak sarapan?”
“nanti aku makan sisa punya ayah saja” sambil menyuapin aku.
Aku tidak Menyngka bisa sebegitu dekat dan akrab dengannya saat itu, wahh… sambil memandangin wajahnya aku berfikir seandaynya aku kaya kulamar kau. Tapi klo saat ini aku lamar dengan bismillah mau gak ya! Hahaha… tawa ku dalam hati.
“kamu kok tertawa sendiri, segitu bahagianya di suapin cewek cantik kayak aku”
Perut aku semakin menggelitik saat dia berkata seperti itu, ternyata dia jauh lebih PD dari padaku, baru pertama kali aku bisa berbicara dengan wanita selepas ini, seprti tiada beban mengungkapkan isi hatiku, saat dia berkata kasarpun aku merasa itu kata yang indah memenuhi seluruh rongga-rongga kebahagiaan ku, tak ingin ku berlalu.
“O… wow… siapa yang PD ni”candaku padanya.
“kamu makan juga dong, gak enak juga makan sendiri”
“Kamu gak sakit infeksi menularkan, nnti klo nular sama aku kyk mana!” jawabnya spontan.
“iya juga sih” aku berfikir, bisa jadi beberapa hari disini aku sudah tertular penyakit infeksi.
“Tidak-tidak dia hanya tertabrak, dia gak ada penyakit lain” “iya ma situ baik-baik saja kok” tiba-tiba orang-orang di ruangan itu menjawab pertanyaan syafha. Tanpa kami sadari kami jadi tontonan di ruangan ini, semua orang menatap curiga pada kami, dan tersenyum-senyum kecil melihat tingkah kami.
“kamu sih, ngomong terlalu kuat!” sambil berbicara pelan dan kami berdua tertawa halus.
Perbincangan berlanjut antara aku dan Syafha, dia wanita cantik yang pernah ku temui dan dengan nama yang indah Syafha, walau awalnya aku salah persepsi dengan namanya sih hahaha…
Wanita itu seperti anugrah tuhan buatku, aku yakin dia adalah tulang rusukku yang hilang, aku suka dia, nyaman bersamanya, dan ingin terus bersamanya. Mungkin aku telah jatuh hati padanya, wanita terindah yang pernah ku temui.
Setelah tiga hari aku bersamanya, melihatnya, dia merawatku, menjagaku, bercanda tawa, dan membuat hatiku berdetak tak menentu saat bersamnya,aku menyadari aku telah jatuh cinta padanya saat pertama kali melihatnya. Ketika Syafha pergi keluar aku sangat cemas dan merasa merindukannya. Seluruh ruangan sepi tanpanya. Ingin ku bertanya-tanya pada ayahnya tentang kehidupannya, namun ayahnya tidak dapat berbicara dengan benar. Hahh… aku tak mampu berlalu tanpanya.
Malam ke 3 aku bersamanya dia tetap berada di Rumah Sakit dia tidur dilantai,tak sanggup aku melihatnya di lantai tertidur, akupun berjalan ke arahnya sambil membawa selimutku. Aku pandang wajahnya sembari ku menyelimuti tubuhnya dari dinginnya lantai rumah sakit yang dapat menusuk-nusuk tubuhnya. Aku ingin menggendongnya dan menaikkan ke atas kasurku, namun ku tak mampu dengan kondisiku saat ini, aku benci dengan keterbatasanku ini, aku ingin bisa melakukan apapun yang ingin ku lakukan.
Malam itu tiba-tiba hujan deras, dan angin bertiup kencang, aku mulai merasa kedinginan, aku mulai merasa panas di sekujur tubuh, sepertinya trauma ku kambuh, di saat hujan deras dan bergemuruh seluruh tubuhku meriang, menggil, demam tidak jelas. Ini terjadi ketika ayah dan ibuku meninggal di depan mataku saat hujan, saat pulang berkendara mobil dan menabrak pohon saat hujan, hanya aku satu-satunya yang selamat pada malam itu. Gemuruhpun menyambar kencang dan tanpa sadar aku mengeluarkan suara ketakutan dan menggigil.
Karena hujan yang lebat membuat syafha terbangun dan melihatku menggigil dia memanggil suster dan mengambilkan air untukku, suster memberiku obat paracetamol dan selimut tebal, aku pun meminum obat itu di bantu oleh Syafha, ku pegang tangan Syafha dengan erat.
“Tidak apa-apa, kamu bai-baik saja kok, kamu tidur lagi ya” Syafha mencoba menenangkanku dan memegang tanganku.
“Temani aku, aku takut” Spontan aku mengatakn itu, Syafha menyelimutiku dan tidur di dekatku atas bad pasien yang kecil itu. Ku peluk tangannya dengan erat.
“tidak apa-apa, tenangla aku ada disini,kamu tidurlah” kilahnya sambil mengusap-usap kepalaku, layaknya ank kecil yang lagi sakit.
Ini hal yang memalukan dalam hidupku dia adalah orang kedua setelah nenek yang menemaniku saat hujan yang deras seperti ini, sangat nyaman saat bersamanya. Akupun tertidur kembali di sampingnya.
Hari ke empat Syfha berpamitan untuk pergi ke Singapura karena ada yang mau di urus di sana, aku terkejut eperti di sambar petir, dunia terasa hambar.
“Aku mau ke Singapura dulu, ada hal yang mendesak” Syafha berpamitan padaku aku merasa dia seperti akan pergi dan tak kembali lagi, aku merasa sangat terpuruk ketika dia mengatakan itu, saat ini Hp pun aku tak punya, aku takkan bisa menghubunginya.
“Jangan Pergi” Jawab ku padanya dengan penuh harap agar dia tetap bersamaku, tubuhku mulai bergetar dan melemas seketika.
“kamukan sudah mulai membaik Six, jaga dirimu baik-baik ya selama aku pergi, makan yang banyak biar cepat sembuh”
“Jangan Pergi” ku pegang tangannya dengan erat, saat itu tanganku sudah bisa bergerak dan kaki juga sudah bisa begerak walau pakai tongkat.
“Aku pergi Cuma 2 hari kok”
“2 Hari, 2 detikpun aku tak mau kau pergi, aku ingin terus bersamamu Syafha” aku bertingkah aneh waktu itu, aku sangat menyayanginya tak ingin berpisah dengannya.
Ku tatap langkahnya keluar dari ruangan, hancur hati ku saat aku , melihatnya pergi. Aku belum mengatakan terimakasih padanya karena sudah menolongku malam itu, aku belum mengucapkan terimakasih karena mngisi hariku selama ini, aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, bahwa aku sayang dia, aku rindu dia, aku bahagia saat bersamnya, aku CINTA kamu Syafha.
Syafha Kau Cahaya indah yang menyinari hidupku…
Syafha kau laksana embun di pagi hari, menyejukkan duniaku…
Syafha senyumanmu indah memicu ketukan kencang jantungku…
Syafha hari ku tanpa beban saat bersamamu…
Syfha aku merasa bebas dan lepas ketika bersamamu…
Syfha kau lah wanita itu…
Wanita pujaanku…
Aku cinta Kamu Syafha...
0 comments:
Post a Comment