Rahasia Menghancurkanku
Kenyataan hidup memang menyakitkan, semua terjadi begitu saja tanpa pemberitahuan, hal bahagia yang datang begitu singkat seperti mimpi indah. Kini aku kembali ke dunianyataku, dunia sepi yang hanya ada aku dan nenek, setelah keluar dari rumah sakit aku akan bekerja membantu nenek mencari uang, atau nenek istirahat dan aku yang mencari uang. Membayangkannya sangat membuat jantungku berdetak kecil di dalam kelutnya hatiku di tinggal wanita pujaanku.
Pagi yang sepi tanpa Syafha, dia pergi meninggalkanku tanpa meninggalkan apapun untuk ku kenang, jangankan alamat di singapura, No hp saja tidak di tinggalkan. Masih membekas di benakku santun prilakunya, lucu wajahnya, cantik senyumnya, dan hangat tubuhnya tadi malam.
Syfha pergi meninggalkan banyak pertanyaan bagiku, sikapnya yang begitu membuatku nyaman hinggat jatuh hati padanya mengandung banyak rahasia yang belum aku ketahui, baru beberapa jam dia pergi aku sudah merindukannya, sangat-sangat merindukannya.
Keadaanku saat ini sudah membaik semua berkat Syfha, Syfha yang menghilangkan rasa sakit ku, membuatku ingin cepat-cepat sembuh. Beberapa plan sudah aku fikirkan saat aku sudah keluar dari rumah sakit, makan di luar bersamanya, nonton film, belanja, hahaha… memikirkannya saja membuat aku geli sampai-sampai senyum-senyum sendiri,yang pasti aku bisa bawa dia jalan hemat seperti swalayan, taman, menonton tv di rumah, masak-masak bareng, makan bareng,tetapi sontak senymku hilang mengingat dia telah pergi.
“Selamat Siang, Anda bernama Sixma Abdillah?” tiga orang laki-laki besar tinggi tiba-tiba berada di dekatku, menyapu fikiranku dalam khayal.
“Iya benar pak, Ada yang bisa saya bantu” ku jawab pertanyaan mereka, lalu tiba-tiba nenek datang.
“Pak Polisi jangan sekarang, dia masih sakit pak polisi, kasihani cucuku pak polisi, tolong… pakk…” nenek datang sambil berlari kea rah polisi itu mebuat aku bingung dan bertanya-tanya, ini ada apa sebenarnya.
“Saudara kami tahan karena kasus pembunuhan, saudara berhak diam dan menyiapkan pengacara” sambil menunjukkan surat peintah penangkapan.
“gila kau ya pak pembunuhan apa? Pengacara apa? Woy… lepas.. nek tolong sixma nek… tolong nek…” Aku di seret dari ruangan dalm kondisi tubuh yang masih sakit membuat aku tak mampu melawan kekuatan dua orang itu. Aura takut dan gelap mulai menyelimuti pandanganku, tubuh ini terasa lemas. Aku harap semua ini hanya mimpi.
Hidup ini terasa tidak adil bagiku, aku berfikir panjang tentang kesealahan ku, sampai teringat kejadian malam itu, perkalihan antara kami dengan sesoreang yang menganiaya wanita. Aku sudah mengingatkan kepada teman-temanku jangan ikut campur urusan orang, tetapi Fadli tidak bisa menahan emosinya, aku tidak tau alasannya kenapa dia langsung memukul pria itu.
Sudah 3 hari aku di penjara. Makanan yang biasanya enak dimasakkan nenek untukku menjadi hambar dan aku berpura-pura bahagia agar nenek tidak khawatir, namun nenek tetap saja menangis melihatku sepeti ini membuat aku tidak sanggup membendung air mataku, saat aku di dalam penjara aku berharap bisa bertemu dengan teman-temanku, aku sempat berfikir pasti mereka sudah duluan masuk penjara dan merasakan apa yang aku rasakan saat ini.
Seorang detektif
“teman-temanmu satu bulan lalu mengatakan hal yang sama seperti yang kamu katakan” dia memulai percakapan langsung pada intiya.
“Owh ya aku Rudi detektif baru masuk ditim ini satu bulan lalu”
“apa yang terjadi pada mereka?” aku bertanya dengan penasaran.
“setelah beberapa hari dipenjara mereka memberikan kesaksian palsu, orang tua mereka melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan mereka, dunia ini sangat kejam kawan sampai mereka menuduh semuanya padamu” Polisi itu menjelaskannya padaku. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud teman-teman aku merubah pengakuan mereka hingga menuduhku.
“kalau kamu tidak mau mengaku dan terus mejawab seperti ini hukuman kamu akan berat saat dipersidangan, buatlah semua lebih mudah agar hukumanmu juga tidak berat,hanya itu yang bisa kamu lakukan saat ini”.
“Aku tidak mau”
“kamu ingat wanita yang wakti itu kalian tolong”
“iya aku mengingatnya, Kenapa”
“dia adalah istri dari orang yang kalian bunuh” aku terperanjat kaget dan memegang kepala ku.
“dia bersaksi bahwa dia melihat kalian berempat berkelahi dengan suaminya dan disuruh menyelamatkan diri oleh suaminya”
“kenapa dia tidak berkata Jujur” aku menjawab dengan penuh kesal dan marah
“semua kesaksian kalian sebenarnya sama, tetapi yang terpenting adalah kesaksian wanita itu, dia adalah seorang pembawa berita, dan suaminya seorang pengusaha. Kalau dia mengaku seperti yang kalian katakan. dia tidak akan mendapatkan warisan harta suaminya. Wanita itu dan keluarganya yang memaksa untuk menuntut kamu harus di hokum semestinya dengan alasan suaminya meninggal dan pelaku harus di hokum semestinya”
“Akhhhhhh….” Semua semakin terasa rumit, dan tidak tau harus bagaimana. Aku menarik rambut di kepalaku dengan kuat.
“Pak Tolong aku” dengan suara lembut aku meminta pada polisi muda itu.
“maafkan aku” dia pergi meninggalkanku di ruang introgasi.
“tolong akuuu… tolongg… aku tidak mau dipenjara” aku berteriak dan merengek seperti anak kecil, sku semakin ketakutan, tak ada satupun yang mendengarkan ku, hanya nenek orang satu-satunya yang mendengarkanku.
Aku rindu nenek…
“nenek… nenek...” aku merengek memanggil nenek, aku takut, dan semakin takut.
Setelah kejadian itu aku sudah merasa putus ada dan menerima nasibku yang sudah seperti ini, aku mulai memikirkan apa yang terbaik untukku, sampai aku mengakui semua yang bukan sepenuhnya kesalahanku.
Kesedihan mendalam membuat aku sesak dan tidak sanggup lagi mengeluarkan air mata, aku seperti lelaki cengeng yang meratapi nasibnya setelah aku tahu bahwa teman-temanku ternyata tidak berada di penjara, bahkan mereka memberikan kesaksian palsu bahwa aku yang membunuh pria itu. Mereka mengatakan kesaksisan aku menuju pria itu dan ingin memeras uangnya karena mobil kami tidak ada minyak, namun pria itu tidak member jadi aku berkelahi dengannya hingga dia jatuh dan meninggal.
Mereka teman-temanku 9 tahun kami berteman mereka sanggup melakukan ini, aku hanya bersikap positif bahwa mereka mengira aku akan meninggal dunia. Jadi mereka melakukan ini hanya untuk menyelamatkan diri mereka karena aku sudah tidak sadarkan diri, tetapi saparuh dari diriku berkata mereka berkhianat memberikan semua bebannya padaku, dan menerima beban ini padaku.
0 comments:
Post a Comment